icon-langID
logo-amartha
Home / Blog / Pendana / Keuangan / Obligasi vs P2P Lending, Pilih Investasi di Mana?
icon-lang
icon-lang

Obligasi vs P2P Lending, Pilih Investasi di Mana?

By Team Amartha Blog - 18 Jun 2021 - 3 min membaca

Ketika ingin berinvestasi dan mengembangkan dana yang kamu miliki, tentunya banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, salah satunya yaitu tingkat risiko dari bunga yang dihasilkan. Dengan banyaknya produk keuangan yang ada, membuat kamu harus dapat bisa memilih yang cocok dengan tujuan dan profilmu.

Di era perkembangan zaman yang mengarah digital saat ini, mulai banyak produk-produk keuangan yang bisa kamu pilih seperti Obligasi dan P2P Lending.

Well, pada dasarnya, membandingkan obligasi dan P2P Lending bisa dianalogikan seperti mencari perbedaan dari jeruk dan pohonnya. Pasalnya, skema mencari pendanaan dari obligasi hamper serupa dengan P2P Lending.

Berikut ulasannya!

Obligasi

Obligasi adalah istilah dalam pasar modal untuk menyebut surat pernyataan utang penerbit obligasi terhadap pemegang obligasi. Ringkasnya, penerbit obligasi adalah pihak yang berutang dan pemegang obligasi adalah pihak yang berpiutang.

Dalam obligasi, dituliskan jatuh tempo pembayaran utang beserta bunganya (kupon) yang menjadi kewajiban penerbit obligasi terhadap pemegang obligasi. Jangka waktu obligasi yang berlaku di Indonesia umumnya 1 hingga 10 tahun

Diterbitkannya obligasi dilatarbelakangi upaya menghimpun dana dari masyarakat yang akan digunakan sebagai sumber pendanaan. Bila ditinjau dari sudut pandang pebisnis, obligasi bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan dana segar demi berjalannya usaha.

Sementara Negara memandang obligasi sebagai sumber pendanaan untuk membiayai sebagian defisit anggaran belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Tidak jauh berbeda dengan saham, obligasi juga bisa diperjualbelikan. Kalau ingin membeli saham hanya tinggal mencari tahu di Bursa Efek Indonesia (BEI), berbeda dengan obligasi yang transaksi jual belinya tidak dilakukan di BEI. Itu berarti obligasi didapatkan dari pihak penerbit yang sepakat melakukan jual beli dengan pembeli.

Sebagai salah satu instrumen investasi, obligasi memberikan sejumlah keuntungan untuk para pemegangnya, di antaranya:

  • Keuntungan yang diperoleh dari kupon (bunga) yang terbagi atas tiga jenis, yaitu kupon tetap (fixed coupon) dan kupon mengambang (floating/variable coupon). Walaupun demikian, ada obligasi yang tak memberlakukan kupon (zero coupon bond). Imbal balik (yield) obligasi yang didapat bisa besar tergantung dari jangka waktu obligasi. Makin lama, makin besar keuntungannya.
  • Keuntungan yang diperoleh dari selisih harga obligasi (dalam persentase) setelah diperdagangkan. Misalnya, harga awal obligasi 100%. Ketika hendak dijual, harganya ternyata naik menjadi 115%. Jadi, kalau kamu menjualnya, keuntungan yang didapat 15% (istilahnya capital gain 15%).
  • Aman, karena pembayaran kupon dan pokok dijamin UU No. 24 Tahun 2002/UU No. 19 Tahun 2008.
  • Kupon/bunga obligasi lebih tinggi dibandingkan bunga deposito.
  • Mudah untuk diperdagangkan di Pasar Sekunder yang diatur mekanisme BEI atau transaksi di luar bursa.
  • Bisa dijaminkan sebagai agunan, seperti obligasi negara.

P2P Lending

Pada dasarnya, obligasi bisa dibilang sebagai salah satu produk investasi dari P2P Lending. Dalam hal ini, prinsipnya adalah kamu sebagai investor akan mendanai perusahaan atau bisnis UMKM yang membutuhkan modal melalui platform Peer-to-Peer Lending.

Kamu hanya perlu mendaftar secara daring, kemudian melalui proses verifikasi sebagai pendana. Setelah itu, kamu bebas untuk berinvestasi kepada pebisnis yang terdaftar di platform tersebut.

Nah, salah satu platform P2P Lending yang aman dan tepercaya di Indonesia adalah Amartha. Sebagai informasi, Amartha adalah perusahaan investasi P2P Lending yang menghubungkan dan memberdayakan perempuan pengusaha mikro di pedesaan.

Amartha menawarkan keuntungan secara materi dan sosial. Secara materi, investor akan mendapatkan bagi hasil sampai 15% flat per tahun. Sementara secara sosial, investor telah mendorong perempuan di pedesaan untuk mandiri dan sejahtera secara ekonomi melalui modal yang diberikan.

Adapun, perihal penanganan risiko investasi, setiap perempuan pengusaha mikro yang bergabung akan mendapatkan pendampingan dan pelatihan usaha secara rutin. Hal tersebut bertujuan agar dana digunakan secara tepat guna sehingga risiko gagal bayar atau terlilit hutang dapat diminimalisir.

Selain itu, Amartha mengadopsi sistem Grameen Bank milik Muhammad Yunus yang mana setiap mitra usaha yang bergabung harus membentuk kelompok yang terdiri dari 10-20 orang. Pembentukan kelompok ditujukan untuk memudahkan monitoring usaha dan edukasi serta pengembalian pinjaman.

Sebelas tahun berdiri, Amartha telah menyalurkan 3.64 Triliun kepada 674.504 perempuan pengusaha mikro di 18.900 desa di Indonesia dengan TKB 90 berada di angka 94.09%.

Artikel Terkait

Obligasi vs P2P Lending, Pilih Investasi di Mana?

Keuangan

Ada pertanyaan seputar artikel di blog Amartha? atau ingin mengirimkan artikel terbaik kamu untuk di publish di blog Amartha?

Hubungi Kami SEKARANG

https://cms-admin-stg.amartha.com/uploads/invite_a21debce13.png