Strategi dan Risiko Menerapkan Value Investing
By Team Amartha Blog - 17 May 2021 - 3 min membaca
Nah, jika sebelumnya sudah dibahas tentang apa itu value investing. Kali ini akan dipaparkan tentang strategi dan risiko apa saja dari mengaplikasikan value investing.
Well, kunci untuk membeli saham yang undervalued sebenarnya adalah dengan meneliti perusahaan secara menyeluruh dan membuat keputusan yang masuk akal.
Salah satu value investor ternama di Dunia, yaitu Christopher H. Browne merekomendasikan untuk menanyakan apakah sebuah perusahaan kemungkinan besar akan meningkatkan pendapatannya melalui metode berikut:
- Menaikkan harga produk
- Meningkatkan angka penjualan
- Menurunkan biaya
- Menjual atau menutup divisi yang tidak menguntungkan
Browne juga menyarankan untuk mempelajari kompetitor dari perusahaan tersebut untuk mengevaluasi prospek pertumbuhannya di masa depan. Namun, jawaban atas semua pertanyaan ini cenderung spekulatif dan tanpa data numerik pendukung yang nyata.
Sederhananya: Belum ada program perangkat lunak kuantitatif yang tersedia untuk membantu mencapai jawaban-jawaban ini, yang membuat investasi saham nilai agak seperti permainan tebak-tebakan yang hebat.
Karena alasan ini, Warren Buffett pun merekomendasikan untuk berinvestasi hanya di industri tempat kamu pernah bekerja atau barang konsumen yang telah lama dikenal, seperti mobil, pakaian, peralatan, dan makanan.
Strategi Value Investing
Satu hal yang dapat dilakukan investor adalah memilih saham perusahaan yang menjual produk dan layanan dengan permintaan tinggi.
Meskipun sulit untuk memprediksi kapan produk baru yang inovatif akan menangkap pangsa pasar, mudah untuk mengukur berapa lama perusahaan telah berkecimpung dalam bisnis.
Selain itu, investor juga bisa mempelajari bagaimana perusahaan telah beradaptasi dengan tantangan dari waktu ke waktu.
1. Cari Informasi Kegiatan Jual Beli Saham yang Dilakukan Oleh Orang Dalam
Untuk tujuan penggalian informasi, orang dalam yang dimaksud adalah manajer dan direktur senior perusahaan, serta pemegang saham yang punya setidaknya 10 persen saham.
Manajer dan direktur perusahaan biasanya memiliki pengetahuan unik tentang perusahaan yang mereka jalankan, jadi jika mereka membeli sahamnya, masuk akal untuk mengasumsikan bahwa prospek perusahaan terlihat baik.
Demikian juga dengan investor yang memiliki setidaknya 10% saham perusahaan tidak akan membeli terlalu banyak jika mereka tidak melihat potensi keuntungan. Sebaliknya, penjualan saham oleh orang dalam tidak selalu menunjukkan berita buruk tentang kinerja perusahaan.
Ada kemungkinan bahwa orang dalam itu mungkin hanya membutuhkan uang tunai untuk sejumlah alasan pribadi. Meskipun demikian, jika penjualan massal terjadi oleh orang dalam, situasi seperti itu mungkin memerlukan analisis mendalam lebih lanjut tentang alasan di balik penjualan tersebut.
2. Analisa Laporan Penghasilan
Pada titik tertentu, value investor harus melihat keuangan perusahaan untuk melihat bagaimana kinerjanya dan membandingkannya dengan kompetitor yang bergerak di industri yang sama.
Pada umumnya, laporan keuangan menyajikan hasil kinerja tahunan dan triwulanan perusahaan. Kamu bisa belajar banyak dari laporan tahunan perusahaan. Ini akan menjelaskan produk dan layanan yang ditawarkan serta ke mana tujuan perusahaan.
3. Menganalisis Laporan Keuangan Perusahaan
Perlu kamu tahu, neraca suatu perusahaan memberikan gambaran besar tentang kondisi keuangan perusahaan.
Neraca ini terdiri dari dua bagian, yaitu satu daftar aset perusahaan serta yang lainnya adalah daftar kewajiban dan ekuitas.
Bagian aset dipecah menjadi kas dan setara kas perusahaan; investasi; piutang atau uang yang terhutang dari pelanggan, persediaan, serta aset tetap seperti pabrik maupun peralatan.
Bagian kewajiban mencantumkan hutang perusahaan atau uang yang terhutang adalah kewajiban yang masih harus dibayar, hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang.
Bagian ekuitas pemegang saham mencerminkan berapa banyak uang yang diinvestasikan di perusahaan, berapa banyak saham yang beredar, dan berapa banyak perusahaan memiliki laba ditahan.
Saldo laba adalah jenis rekening tabungan yang menyimpan keuntungan kumulatif dari perusahaan. Laba ditahan digunakan untuk membayar dividen, misalnya, dan dianggap sebagai tanda perusahaan yang sehat dan menguntungkan.
Laporan laba rugi akan memberitahu kamu berapa banyak pendapatan yang dihasilkan, pengeluaran, dan keuntungan dari perusahaan.
Melihat laporan laba rugi tahunan daripada laporan triwulanan akan memberimu gambaran yang lebih baik tentang posisi keseluruhan perusahaan karena banyak perusahaan mengalami fluktuasi volume penjualan sepanjang tahun.
Mengenal Value Trap: Cara Deteksi dan Menghindarinya
Risiko Value Investing
Seperti halnya strategi investasi apa pun, ada risiko kerugian dengan value investing meskipun itu merupakan strategi berisiko rendah hingga menengah. Berikut ini adalah beberapa risiko tersebut!
1. Menghasilkan Keuntungan atau Kerugian Sama Besarnya
Ada beberapa insiden yang mungkin muncul di laporan laba rugi perusahaan yang harus dianggap pengecualian atau kejadian luar biasa. Hal ini umumnya berada di luar kendali perusahaan. Beberapa contohnya termasuk tuntutan hukum, restrukturisasi, atau bahkan bencana alam.
Jika perusahaan yang kamu beli sahamnya mengalami contoh-contoh kejadian luar biasa tersebut, maka hasil analisa dari value investing tidak akan valid lagi.
2. Cacat Analisis Rasio yang Diabaikan
Perlu kamu tahu, tidak hanya ada satu cara untuk menentukan rasio keuangan, yang bisa sangat bermasalah. Berikut ini dapat mempengaruhi bagaimana rasio dapat diinterpretasikan:
Rasio dapat ditentukan menggunakan nomor sebelum pajak atau setelah pajak.
Beberapa rasio tidak memberikan hasil yang akurat tetapi mengarah pada perkiraan.
Bergantung pada bagaimana istilah pendapatan didefinisikan, laba per saham (EPS) perusahaan mungkin berbeda.
Membandingkan perusahaan yang berbeda berdasarkan rasionya, meskipun sama, mungkin sulit karena perusahaan memiliki praktik akuntansi yang berbeda.
3. Membeli Saham Overvalued
Membayar lebih untuk suatu saham adalah salah satu risiko utama bagi value investor. Kamu dapat mengambil risiko kehilangan sebagian atau seluruh uangmu jika membeli saham overvalued.
Hal yang sama berlaku jika kamu membeli saham yang mendekati nilai wajarnya di pasar. Membeli saham yang undervalued berarti risiko kehilangan uangmu berkurang, bahkan kinerja perusahaan tidak sesuai dengan prediksi.
Ingatlah bahwa salah satu prinsip dasar dari value investing adalah membangun margin keamanan ke dalam semua investasimu. Ini berarti membeli saham dengan harga sekitar dua pertiga atau kurang dari nilai intrinsiknya.
Value investor biasanya mengambil risiko sesedikit mungkin modal dalam aset yang berpotensi dinilai terlalu tinggi, jadi mereka mencoba untuk tidak membayar lebih untuk investasi.
4. Memakai Emosi dalam Berinvestasi
Sulit untuk mengabaikan emosimu saat membuat keputusan investasi. Bahkan jika kamu dapat mengambil sudut pandang kritis dan terpisah ketika mengevaluasi angka.
Umumnya, ketakutan dan kegembiraan dapat merayap masuk ketika tiba saatnya untuk benar-benar menggunakan sebagian dari tabunganmu yang diperoleh dengan susah payah untuk membeli saham.
Lebih penting lagi, setelah membeli saham tersebut, kamu mungkin tergoda untuk menjualnya jika harganya turun. Ingatlah bahwa inti dari investasi nilai adalah menahan godaan untuk panik dan pergi bersama investor ritel lainnya.
Mau Jadi Investor Ritel Profesional? Ini Caranya!
Jadi, jangan terjebak dalam membeli saat harga saham naik dan menjual saat harga turun. Perilaku seperti itu akan melenyapkan keuntunganmu.
Nah, itulah strategi dan risiko dari menerapkan value investing. Semoga informasi ini bermanfaat ya!
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya
Artikel Terkait
Ada pertanyaan seputar artikel di blog Amartha? atau ingin mengirimkan artikel terbaik kamu untuk di publish di blog Amartha?
Hubungi Kami SEKARANG