Orang Kaya Ramai-Ramai Beli Klub Bola, Investasi Gaya Baru?
By Team Amartha Blog - 14 May 2021 - 3 min membaca
Beberapa waktu, sepak bola Indonesia lebih ramai dari biasanya. Hal tersebut dimulai kala Piala Menpora 2021 resmi digulirkan. Ini menandai berakhirnya masa puasa pertandingan sepak bola dalam setahun terakhir karena pandemi Covid-19.
Di luar lapangan, peristiwa yang lebih menyita perhatian publik adalah pembelian dua klub Liga 2 oleh para orang kaya di Indonesia. Pertama, fokusnya adalah Kaesang Pangarep. Putra bungsu Presiden Joko Widodo itu resmi membeli tim dari kampung halamannya, Persis Solo. Kaesang memutuskan menebus 40 persen saham Persis.
Kaesang tidak sendirian. Dia bergabung bersama dua sosok lain untuk membeli Persis. Pertama, Menteri BUMN Erick Thohir. Kedua, Direktur PT Plevia Makmur Abadi (produsen jas hujan dan safety wear asal Jawa Tengah) Kevin Nugroho.
Adapun rincian kepemilikan saham PT PSS yakni Kaesang tercatat memiliki 40 persen saham Persis, sementara Kevin 30 persen, dan Erick Thohir 20 persen dari total 90 persen saham PT PSS yang ditawarkan. Sementara sisa 10 persen saham masih dimiliki 26 klub internal. Mereka optimistis akan membawa Persis Solo melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Terbaru, artis sekaligus Pengusaha Raffi Ahmad membeli Cilegon United (CU) bersama kedua koleganya, yaitu Rudy Salim yang merupakan Direktur Renault Indonesia, dan Wakil Direktur Utama Garuda Indonesia, Donny Oskaria. Tim yang saat ini berada di kasta kedua liga ini berganti nama menjadi RANS Cilegon FC.
Dengan masuknya Kaesang dan Raffi, apakah ini berarti berinvestasi dalam bisnis sepak bola Indonesia merupakan hal yang menguntungkan?
Pengamat Sepak Bola, M. Kusnaeni mengatakan keputusan Kaesang dan Raffi membeli klub sepakbola di Liga 2 jadi bukti sepak bola Indonesia punya prospek menjanjikan.
“Pertama kita memahami industri sepak bola itu seksi dalam pengertian jadi magnet jumlah suporter besar, fanatisme luar biasa. Jadi harus diakui euforia setelah COVID-19 antusiasme nonton lagi tinggi-tingginya dan itu menjadi magnet yang membuat investor mau masuk,” terangnya.
Hal itu menjadi alasan kuat mengapa banyak investor ingin masuk ke industri sepak bola tanah air. Namun, ada banyak tantangan dalam membangun tim sepak bola di Indonesia.
Persoalan pertama adalah kinerja keuangan tim yang setiap tahunnya selalu minus. Sebab, pendapatan dari sponsor dan tiket belum bisa menutup biaya operasional tim.
Kusnaeni menjelaskan, salah satu penyebab keuangan tim yang selalu minus setiap tahunnya karena pengelolaan klub tidak menggunakan pendekatan bisnis. Jadi, sepak bola hanya dipandang sebagai aktivitas hiburan semata.
“Salah satu hambatan sampai sekarang masih sulit mencapai industri yang baik karena belum terbentuk mindset industri. Mereka mengelola klub tidak dengan pendekatan bisnis, karena pengeluaran lebih besar pemasukan,” ungkapnya.
Well, meski tidak bisa menghasilkan keuntungan signifikan dari bisnis sepakbola, ada banyak keuntungan lain yang bisa didapatkan oleh para pesohor tersebut dari membeli klub sepakbola. Misalnya nama, reputasi, dan sebagai sarana untuk mencapai keterkenalan secara instan. Tengok saja apa yang terjadi pada Roman Abramovich saat membeli Chelsea ataupun Sheikh Mansour ketika membeli Manchester City.
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya
Artikel Terkait
Ada pertanyaan seputar artikel di blog Amartha? atau ingin mengirimkan artikel terbaik kamu untuk di publish di blog Amartha?
Hubungi Kami SEKARANG