icon-langID
logo-amartha
Home / Blog / Pendana / Gaya Hidup / Perjalanan Hidup Menjadi Single Parent
icon-lang
icon-lang

Perjalanan Hidup Menjadi Single Parent

By Team Amartha Blog - 30 Jan 2020 - 3 min membaca

Perjalanan hidup menjadi single parent, sebagai seorang ayah dari seorang putri, tidak pernah terpikirkan sebelumnya disaat mengikat janji dengan pasangan, selalu terucap bahwa akan selalu bersama sampai kakek nenek, membesarkan anak bersama dan menimang cucu dari anak-anak kita.

Seringkali perjalanan hidup tidak selalu sesuai dengan yang diinginkan, apa yang tidak terbayangkan sebelumnya, dapat terjadi dan harus dilalui, belajar dari pengalaman sangatlah tidak mungkin karena memang belum dialami sebelumnya. Jadi teringat kalimat bijak yang banyak diucapkan ”learning by doing” hahahaha, mudah diucapkan, ternyata sangatlah tidak mudah saat menjalaninya, melakukan “learning” bersamaan saat “doing” hhhmmm suatu challenge buanget.

Waktu terasa sangat cepat mungkin karena terlampau banyak hal yang dipikir mungkin juga hampir 6 tahun yang lalu, di pagi hari jam 5, seorang ibu dan putrinya mengantar seorang pria, sebagai suami dan ayah ke depan teras rumah untuk naik taxi menuju bandara SoeTa, tidak ada tersirat pikiran apapun dari pria tersebut akan apa yang akan terjadi di jam 1 siang hari itu. Saat jam 1 siang, selesai meeting, seperti biasa, langsung cek smartphone, kebiasaan buruk pria ini, selalu set smartphone di silent pada saat meeting ada 9 miss called dari putri tersayang, langsung di called back terdengar tangisan putri tersayang, terisak-isak menyampaikan bunda terjatuh saat berdiri di depan meja rias dan meninggal…putri tersayang sedang duduk disebelahnya saat ini terjadi.

Singkat cerita, setelah itu, bermulalah hari-hari penuh tantangan, hal-hal baru, pertanyaan-pertanyaan baru yang belum diketahui apa jawaban yang tepat mendampingi seorang putri yang baru lulus SD baru saja mendapat pengalaman langka, tidak banyak yang pernah mengalami, berada disamping orang tersayang saat ajal menjemput mungkin saja ada trauma yang dirasakan saat itu.

Teman-teman banyak yang memberi saran entah saran asal atau benar, saat itu tidaklah mudah untuk membedakannya ada satu saran yang sering disampaikan ”Loe cepetan cari istri lagi, biar ada yang urus anak tuh, loe khan sibuk gawe”. Sempat terlintas, kenapa tidak mengikuti saran tersebut? Istri baru? Muda? Cantik? Hahahahaha. Akhirnya, saran tersebut cukup diabaikan saja, keputusan diambil adalah prioritas membimbing putri tersayang, menghilangkan perasaan trauma, menghidupkan kembali sifat-sifat cerianya, menghidupkan rasa optimisnya, dan berusaha membimbingnya menjadi manusia yang jauh lebih baik dari ayah dan bunda nya.

Prioritas telah ditetapkan, eksekusi ternyata jauh lebih rumit, ada rasa sayang, ego pribadi, dan rasa-rasa lainnya yang saling tumpang tindih menjadi satu, hhmm rasanya seperti ice cream aneka rasa. Sebagai ayah, orang tua, pastinya juga sudah tua, pastinya juga banyak hal yang telah dilalui, seringkali menjadikan diri ini merasa lebih paham akan sesuatu hal daripada sang putri, ternyata itu merupakan suatu kekeliruan yang hakiki hahahaha.

Putar balik, ganti strategy, mulai belajar untuk lebih mengenal dan memahami putrinya, mulai lebih banyak mendengar, menghilangkan prasangka negatif atau judgment di awal perbicaraan, dan akhirnya belajar mengemas komunikasi yang tepat setelah melalui proses mencoba memahami, diam dan membuka telinga serta hati untuk dengan sabar menjadi pendengar yang baik luar biasaaaa, tidak mudah diawal, semakin membaik seiring berjalannya waktu…benar apa yang banyak disampaikan para bijak, “belajar merupakan proses seumur hidup”.

Saat ini, hampir 6 tahun berjalan, awal yang sangat berat, perlahan menjadi ringan dan pada akhirnya hampir tidak terasa beban sedikitpun. Proses pembelajaran yang melelahkan, banyak sekali benefit yang diperoleh, benefit yang tidak saja untuk lingkungan keluarga, akan tetapi juga sangat bermanfaat saat diterapkan bersama team di tempat kerja.

Putriku, terima kasih telah menjadi guru yang baik, menunjukan banyak kekurangan diri yang harus diperbaiki, memaksa tidak kuasa menolak untuk terus belajar menjadi pribadi yang lebih baik…to my daughter, I love you so much…to my God, Alhamdulillah telah diberikan kesempatan melalui perjalanan ini, menguatkan keyakinan bahwa selalu ada pelajaran berharga dari setiap kejadian.

Artikel Terkait

Perjalanan Hidup Menjadi Single Parent

Gaya Hidup

Ada pertanyaan seputar artikel di blog Amartha? atau ingin mengirimkan artikel terbaik kamu untuk di publish di blog Amartha?

Hubungi Kami SEKARANG

https://cms-admin-stg.amartha.com/uploads/invite_a21debce13.png