Sering Bermasalah, Apakah Sistem COD Masih Relevan Untuk Belanja Online?
By Team Amartha Blog - 3 Jun 2021 - 3 min membaca
Baru-baru ini, kejadian tidak mengenakan banyak dialami oleh beberapa kurir jasa pengiriman barang. Beberapa waktu lalu, beredar video yang viral di media sosial memperlihatkan seorang ibu-ibu yang menolak membayar paket lantaran barang yang dipesan tak sesuai.
Bukan hanya itu, dalam video tersebut sang ibu meluapkan emosinya dengan memarahi kurir. Ia bahkan menuangkan kekesalan dengan ucapan yang kasar karena merasa ditipu paket yang datang tak sesuai dengan harapan.
Setelah itu, beredar juga video pembeli menarik baju kurir dan meminta uangnya dikembalikan secara paksa setelah barang yang dipesan tidak sesuai. Yang paling terbaru, kurir paket COD (cash on delivery) menjadi korban pengancaman oleh pelanggannya di Ciputat, Tangerang Selatan. Dalam video yang viral, korban diancam dengan katana. Kasus ini pada akhirnya berlanjut ke meja hukum.
Hal ini membuat banyak masyarakat di internet yang menyarankan sistem COD untuk dihapuskan karena kejadian terus berulang kali terjadi. Dahulu sebelum e-commerce atau belanja online naik daun dan mulai marak seperti sekarang, skema COD sebenarnya juga sudah sering diterapkan.
Awalnya, COD adalah transaksi yang mengharuskan pertemuan antara pembeli dan penjual di tempat dan waktu yang sudah disepakati. Biasanya penjual mengunggah dagangannya di media sosial maupun situs dan aplikasi jual beli online.
Penjual akan membawa barang fisik untuk diperlihatkan kepada calon pembeli. Setelah pembeli melihat dan memeriksa barang yang dipesannya sesuai, maka pembeli akan membayar sesuai harga yang disepakati. Kini skemanya berbeda. Syarat dan ketentuan COD melalui e-commerce pun beragam.
Dari berbagai layanan belanja online, ada yang menerapkan skema seperti dulu, ada pula yang tidak mengharuskan pembeli dan penjual bertemu. Jika skema COD diantar oleh kurir, maka pembeli tidak diperkenankan untuk membongkar kemasan sebelum membayar dengan uang tunai sesuai harga pembelian dan ongkos pengiriman ke kurir.
Adapun, jika barang yang dipesannya lewat COD tidak sesuai atau mengalami cacat/rusak, maka pembeli bisa komplain melalui fitur e-commerce yang menghubungkan penjual dan pembeli. Setelah aduan diterima, pembeli akan mendapatkan barang pengganti atau pengembalian uang atas barang yang tidak sesuai.
Hal ini juga berlaku jika menerima paket yang bukan pesanannya, maka pembeli bisa langsung menolak barang yang dikirimkan kurir dan tak perlu membayarnya. Perlu diingat bahwa pembeli tidak boleh membuka barang jika memang ia tidak memesannya. Maka, barang itu bisa dikirimkan kembali oleh kurir ke alamat penjual.
Dikutip dari Lokadata, menurut BPS, dari sekitar 17 ribu usaha e-commerce di Indonesia, 73% metode pembayaran yang dipilih oleh masyarakat adalah COD. Dari data tersebut, bisa dilihat bahwa sistem COD memang masih sangat dibutuhkan oleh para konsumen Indonesia. Sebab, COD dinilai menjadi jalan alternatif bagi konsumen yang tidak paham hingga tak punya akses transaksi secara digital.
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya
Artikel Terkait
Ada pertanyaan seputar artikel di blog Amartha? atau ingin mengirimkan artikel terbaik kamu untuk di publish di blog Amartha?
Hubungi Kami SEKARANG