icon-langID
logo-amartha
Home / Blog / Bisnis / Mengenal Jenis Akad Yang Ada di Fintech Syariah
icon-lang
icon-lang

Mengenal Jenis Akad Yang Ada di Fintech Syariah

By Team Amartha Blog - 29 Oct 2020 - 3 min membaca

Industri financial technology (fintech) terus mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Menangkap pasar Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, industri fintech pun berinovasi dengan kemunculan fintech syariah.

Perlu kamu tahu, fintech syariah ini menerapkan prinsip-prinsip hukum Islam dalam kegiatan bisnisnya. Karena itu, tentu ada perbedaan yang cukup signifikan antara fintech konvensional dan fintech syariah.

Selain tetap berlandaskan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, sama seperti fintech konvensional. Fintech syariah punya acuan lain yakni Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 117/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

Selain itu, ada tiga prinsip syariah yang harus dimiliki fintech syariah yaitu tidak boleh maisir (bertaruh), gharar (ketidakpastian) dan riba (jumlah bunga melewati ketetapan). Sebagai informasi, fintech dengan sistem syariah pertama kali muncul di Dubai, Uni Emirat Arab pada tahun 2014 silam.

Kala itu, Beehive berhak mendapatkan sertifikat yang pertama dengan menggunakan pendekatan peer to peer (P2P) lending marketplace. Hingga saat ini, Beehive menjadi salah satu lembaga teknologi keuangan terkemuka di dunia dengan cakupan pasar yang sangat luas. Berawal dari Beehive, fintech berbasis syariah pun menjalar ke negara Asia lainnya, termasuk Indonesia.

Setidaknya ada enam jenis akad yang diperbolehkan dalam fintech syariah di Indonesia. Pertama, al-bai' (jual-beli) yaitu akad antara penjual dan pembeli yang membuat berpindahnya kepemilikan obyek yang dipertukarkan (barang dan harga). Kedua, ijarah yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) terhadap suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran ujrah atau upah.

Ketiga, mudharabah yaitu akad kerja sama suatu usaha antara pemilik modal (shahibu al-maaf yang menyediakan seluruh modal dengan pengelola ('amil/mudharib) dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai nisbah yang disepakati dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.

Keempat, musyarakah yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, yakni kala setiap pihak memberikan kontribusi dana modal usaha (ra's al-maf dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak secara proporsional.

Kelima, wakalah bi al ujrah yaitu akad pelimpahan kuasa untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yang disertai dengan imbalan berupa ujrah (upah). Terakhir adalah qardh yaitu akad pinjaman dari pemberi pinjaman dengan ketentuan bahwa penerima pinjaman wajib mengembalikan uang yang diterimanya sesuai dengan waktu dan cara yang disepakati.

Nah, salah satu platform penyedia jasa P2P Lending Produktif terbesar saat ini yaitu Amartha juga sudah menjalankan pembiayaan berbasis syariah. Pembiayaan berbasis syariah dari Amartha ini tidak hanya menguntungkan, namun juga memberikan berkah serta social impact kepada pendana maupun peminjam.

Selain itu, produk pembiayaan syariah dari Amartha ini telah meraih rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional MUI loh!

Artikel Terkait

Mengenal Jenis Akad Yang Ada di Fintech Syariah

Ada pertanyaan seputar artikel di blog Amartha? atau ingin mengirimkan artikel terbaik kamu untuk di publish di blog Amartha?

Hubungi Kami SEKARANG

https://cms-admin-stg.amartha.com/uploads/invite_a21debce13.png