Industri financial technology (fintech) terus mengalami inovasi, salah satunya adalah dengan kemunculan fintech syariah yang berkembang dengan pesat. Pesatnya perkembangan fintech syariah ini sebenarnya lumrah saja mengingat Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduknya beragama Muslim.
Menurut Dewan Syariah Nasional MUI, fintech syariah adalah layanan atau pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah yang menghubungkan users dalam rangka melakukan akad pembiayaan melalui sistem elektronik dengan menggunakan internet.
Adapun, perbedaan fintech konvensional dengan fintech syariah yaitu fintech syariah harus menerapkan syariat Islam yang telah ditetapkan oleh MUI, peraturan atau Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No: 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
Karena itu, fintech syariah tentunya mengadopsi aturan-aturan yang berlaku dalam jasa keuangan syariah yang harus bebas dari riba (bunga) gharar (ketidakpastian atau disembunyikan) dan masyir (spekulasi atau judi).
Perlu kamu tahu, Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) yang baru berusia sekitar dua tahun, saat ini mencatat telah memiliki anggota sebanyak 51 perusahaan. Saat ini dari perusahaan fintech syariah yang ada, mayoritasnya merupakan perusahaan pembiayaan. Meski begitu, ada juga beberapa jenis fintech syariah lain, salah satunya adalah crowdfunding.
Sedangkan untuk perusahaan pembiayaan yang sudah terdaftar hampir seluruhnya adalah terkait pembiayaan produktif terutama UMKM. Hal ini sejalan dengan sifat pembiayaan syariah itu sendiri yang sangat erat kaitannya dengan sektor rill terutama UMKM.
Perkembangan fintech syariah pun diyakini akan semakin pesat dari waktu ke waktu seiring pertumbuhan gaya hidup halal yang semakin menjadi perhatian masyarakat Indonesia maupun Dunia. Apalagi, pemerintah kini mulai memberikan perhatian lebih terhadap industri ekonomi halal dan keuangan syariah. Salah satunya ditunjukkan melalui pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS).
Di sisi lain, seiring perkembangannya, masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi para pelaku industri fintech syariah untuk menciptakan ekosistem yang memadai. Misalnya, model bisnis dan teknologi. Pasalnya desain dari industri fintech di Indonesia masih mewajibkan fintech syariah punya model bisnis dan teknologi serupa dengan fintech konvensional.
Apalagi, untuk mendaftarkan fintech syariah, OJK juga memberikan syarat untuk membuat Dewan Pengawas Syariah (DPS). Adanya syarat tersebut tentunya akan membuat para pelaku industri fintech syariah dengan modal terbatas akan kesulitan untuk memulai operasionalnya. Tidak sampai disitu saja, proses pendaftaran perizinan bagi fintech syariah diketahui memakan waktu cukup lama dibandingkan pengajuan perizinan fintech konvensional.
Meski menghadapi banyak tantangan, keberadaan fintech syariah menjadi krusial di Indonesia. Pasalnya, pemanfaat teknologi digital lewat fintech syariah dapat meningkatkan jangkauan pasar keuangan syariah domestic sehingga inklusi keuangan syariah juga dapat terus meningkat.
Perlu kamu tahu, salah satu fintech jenis P2P Lending Produktif terbesar saat ini yaitu Amartha juga sudah menjalankan pembiayaan berbasis syariah. Pembiayaan berbasis syariah dari Amartha ini tidak hanya menguntungkan, namun juga memberikan berkah serta social impact kepada pendana maupun peminjam.
Oh ya, produk pembiayaan syariah dari Amartha ini telah meraih rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional MUI loh!
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya
Artikel Terkait
Ada pertanyaan seputar artikel di blog Amartha? atau ingin mengirimkan artikel terbaik kamu untuk di publish di blog Amartha?
Hubungi Kami SEKARANG