medium_bagaimana-cara-mengatasi-kebiasaan-impulsive-buying.jpeg

small_bagaimana-cara-mengatasi-kebiasaan-impulsive-buying.jpeg

thumbnail_bagaimana-cara-mengatasi-kebiasaan-impulsive-buying.jpeg

bagaimana-cara-mengatasi-kebiasaan-impulsive-buying.jpeg

Impulsive buying merupakan sebuah perilaku seseorang dalam membeli suatu barang atau jasa secara tiba-tiba tanpa adanya perencanaan. Ada berbagai hal yang membuat seseorang&nbsp; memiliki perilaku impulsive buying seperti mengikuti suasana hati, enggak mau ketinggalan zaman, lapar mata atau mendapat dana tambahan.

Seorang<em> impulsive buying</em> sedikit sekali memikirkan kegunaan barang saat membeli. Para peneliti juga menduga bahwa emosi dan feeling berperan besar dalam keputusan seorang impulsive buyers. Patut disadari bahwa impulsive buying dapat membuat kondisi keuangan kita tidak sehat. Kita akan terus membuang uang untuk hal yang sebetulnya tidak terlalu kita butuhkan. Bahaya khan?

Lalu, bagaimana cara mengatasi perilaku <em>impulsive buying</em>?
<h4 style="text-align: center;">Baca Juga:&nbsp;<span style="color: #800080;"><a style="color: #800080;" href="https://amartha.com/blog/pendana/lifestyle/apa-saja-pemicu-impulsive-buying/">Apa Saja Pemicu Impulsive Buying?</a></span></h4>
<h1>Buat Daftar Belanja</h1>
<img class="aligncenter size-full wp-image-3359" src="https://access.amartha.com:443/uploads/rawpixel_252130_unsplash_06c9e22b08.jpg" alt="" width="5837" height="3896">

Siapakah orang yang paling peduli dengan keuangan pribadi kamu? Jawabannya ada di sebelum tanda tanya. Iya, hanya kamu yang peduli dengan keuangan kamu khan? Nah, untuk mengatasi perilaku<em> impulsive buying</em> yang selama ini menggerogoti keuangan kamu, maka kamu perlu membuat daftar belanja tetap. Cukup tuliskan pemasukan dan pengeluaran secara rutin, jangan lupa sisihkan juga untuk investasi.
<h1>Melakukan Terapi Keuangan</h1>
[caption id="attachment_3320" align="aligncenter" width="2500"]<img class="size-full wp-image-3320" src="https://access.amartha.com:443/uploads/rawpixel_603653_unsplash_23ea824384.jpg" alt="" width="2500" height="1868"> unsplash[/caption]

Terapi keuangan merupakan salah satu usaha untuk mengobati pola pikir dengan memasukkan informasi penting seperti cara meningkatkan pendidikan keuangan, berusaha keras dan disiplin diri dalam mengelola keuangan. Terapi keuangan biasanya adalah orang-orang yang sudah profesional di bidang keuangan atau juga psikolog yang memiliki pendidikan keuangan.
<h1>Gunakan Uang <em>Cash</em></h1>
[caption id="attachment_3050" align="aligncenter" width="5184"]<img class="size-full wp-image-3050" src="https://access.amartha.com:443/uploads/mathieu_turle_524977_unsplash_2a0d884cb9.jpg" alt="" width="5184" height="3456"> unsplash[/caption]

Dalam berbelanja, sebaiknya kamu menggunakan uang <em>cash</em> daripada mengandalkan kartu kredit. Dengan menggunakan uang tunai, rasa kehilangan uang akan lebih terasa lho. Dalam kasus lain, apabila kamu tidak bisa membayar barang atau jasa tersebut dengan uang tunai itu artinya kamu belum sanggup untuk membelinya.
<h1>Minta Bantuan Teman</h1>
Saat berniat membeli suatu barang atau jasa, ada baiknya kamu meminta pendapat dari teman atau orang lain kecuali petugas toko. Kamu perlu meminta pendapat orang yang sudah mengenal kepribadian kamu dalam membeli suatu barang, nasihat jujur dari mereka dapat membuatmu enggan membeli barang kesukaan yang sedang diskon lho.
<h4 style="text-align: center;">Baca Juga:&nbsp;<span style="color: #800080;"><a style="color: #800080;" href="https://amartha.com/blog/work-smart/tips-memulai-bisnis-online/">Tips Jitu Memulai Dan Mengembangkan Bisnis Online</a></span></h4>
Dengan melakukan cara di atas, kamu bisa lebih bijak lagi dalam menggunakan uang. Nah, ada juga lho cara lainnya yaitu dengan melakukan alternatif investasi lainnya seperti Amartha. Perusahaan <em>peer to peer lending</em> yang menghubungkan investor di kota dengan peminjam di desa khususnya perempuan ini akan memberikan keuntungan hingga 15 persen per tahun. Tak hanya itu, kamu juga dapat memberikan dampak sosial di pedesaan. Karena, pendanaan digunakan untuk&nbsp;memberdayakan para ibu-ibu di desa&nbsp; menjadi pengusaha mandiri. Apalagi, Amartha telah memiliki izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Untuk informasi lebih lanjut klik di <a href="http://amartha.com">www.amartha.com</a>

Bagaimana Cara Mengatasi Kebiasaan Impulsive Buying?

medium_apa-saja-pemicu-impulsive-buying.jpeg

small_apa-saja-pemicu-impulsive-buying.jpeg

thumbnail_apa-saja-pemicu-impulsive-buying.jpeg

apa-saja-pemicu-impulsive-buying.jpeg

<em><span style="font-weight: 400;">Ada barang-barang lucu di e-commerce, langsung beli.
</span></em><em><span style="font-weight: 400;">Teman ajak nongkrong di cafe, gaskeun.
Ke mall nemenin temen belanja, eh malah belanja paling banyak.</span></em>

<span style="font-weight: 400;">Pernahkah kamu mengalami hal-hal seperti di atas? Pasti pernah kan. Nah, tahukah kamu bahwa perilaku di atas disebut sebagai <em>impulsive buying</em>.</span>

<span style="font-weight: 400;">Secara definisi, <em>impulsive buying</em> adalah sebuah keputusan tidak terencana atau terjadi secara tiba-tiba dalam membeli sebuah produk atau jasa. Dalam pelaksanaannya, <em>impulsive buying</em> lebih menggunakan emosi dan perasaan dibandingkan logika. </span>

<span style="font-weight: 400;">Bagi <em>impulsive buyers</em>, ada lima tahap proses pembelian seperti pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian tidak akan berlaku lagi.</span>

<span style="font-weight: 400;">Bayley dan Nancarrow, peneliti di bidang psikologi mengatakan bahwa<em> impulsive buying</em> adalah perilaku yang hedonistik karena ditandai dengan kepuasan setelah terjadi. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan prinsip kegunaan yang mengedepankan manfaat dari sebuah barang yang ada.</span>
<blockquote>
<h6 style="text-align: center;">Baca Juga:<span style="color: #800080;"> <a style="color: #800080;" href="https://amartha.com/blog/pendana/lifestyle/ini-pelajaran-finansial-di-film-confession-of-a-shopaholic/">Ini Pelajaran Finansial di Film Confession of a Shopaholic</a></span></h6>
</blockquote>
<h2><strong>Faktor Pemicu Seseorang Impulsive Buyers</strong></h2>
<img class="alignnone size-medium wp-image-9362" src="https://access.amartha.com:443/uploads/impulsive_buying_300x200_ee319d88d8.jpg" alt="" width="300" height="200" />

<span style="font-weight: 400;">Secara umum, perilaku<em> impulsive buying</em> disebabkan oleh beberapa faktor seperti lingkungan belanja, kepribadian, produk, dan perbedaan geografis dan aspek budaya. Berikut penjelasan faktor-faktor tersebut:</span>
<h3><span style="font-weight: 400;">Faktor Lingkungan Belanja</span></h3>
<span style="font-weight: 400;">Lingkungan belanja dapat mempengaruhi seseorang menjadi <em>impulsive buyers</em>. Beberapa hal yang mendukung yaitu:
- tampilan produk,
- aroma, atau
- luas ruangan</span>
<h3><span style="font-weight: 400;">Faktor Kepribadian</span></h3>
<span style="font-weight: 400;">Salah satu sifat yang mendukung seseorang untuk berbelanja adalah sifat materialisme. Tim Kasser, peneliti asal Amerika menjelaskan bahwa sifat materialisme ditunjukkan dengan mengutamakan keuntungan material, memiliki posesi yang banyak pada pencitraan diri dan popularitas yang biasanya ditunjukkan dengan uang atau penampilan. Penelitian lain menjelaskan juga bahwa impulsive buying dapat melepaskan emosi negatif seperti rendahnya harga diri atau mood yang tidak baik.</span>
<h3><span style="font-weight: 400;">Faktor Produk</span></h3>
<span style="font-weight: 400;">Produk yang ditata dengan menarik akan mendorong seseorang untuk membelinya secara impulsif. Tak lupa kemasan yang berwarna dan bentuknya yang unik juga menimbulkan hasrat seseorang untuk membelinya.</span>
<h3><span style="font-weight: 400;">Faktor Perbedaan Geografis dan Aspek Budaya</span></h3>
<span style="font-weight: 400;">Mengenai perbedaan geografis yang berkaitan dengan aspek budaya juga mempengaruhi seseorang masuk dalam kategori <em>impulsive buying</em>. Perspektif budaya dapat menunjukkan bahwa individu dengan budaya yang mandiri akan lebih cenderung mengalami impulsive buying daripada individu yang terbiasa dengan budaya yang kolektif.</span>
<blockquote>
<h6 style="text-align: center;">Baca Juga: <span style="color: #800080;"><a style="color: #800080;" href="https://amartha.com/blog/pendana/money-plus/tips-memilih-pinjaman-di-fintech-peer-to-peer-lending-yang-aman/">Tips Memilih Pinjaman di Fintech Peer to Peer Lending yang Aman</a></span></h6>
</blockquote>
<span style="font-weight: 400;">Setelah mengetahui tentang impulsive buying, semoga kita bisa mempertimbangkan lagi tindakan kita saat membeli suatu barang atau jasa agar kondisi keuangan tetap stabil! Jangan lupa untuk selalu menabung atau berinvestasi. Kamu bisa mencoba fintech peer to peer lending sebagai <a href="https://amartha.com/pendanaan/">alternatif investasi</a>. </span>

<span style="font-weight: 400;">Dengan awal pendanaan Rp 3 juta, kamu sudah bisa membantu <a href="https://amartha.com/id_ID/pinjaman/">modal usaha para pelaku usaha mikro</a> perempuan di pedesaan. Selain memberikan keuntungan hingga 15%, kamu juga memberikan dampak sosial bagi para perempuan tangguh di pedesaan. Ayo, mulai mendanai di <a href="http://amartha.com">Amartha</a> sekarang juga!</span>

Apa Saja Pemicu Impulsive Buying?

Tag: Impulsive Buying