large_6-alasan-milenial-takut-memulai-investasi.jpeg

medium_6-alasan-milenial-takut-memulai-investasi.jpeg

small_6-alasan-milenial-takut-memulai-investasi.jpeg

thumbnail_6-alasan-milenial-takut-memulai-investasi.jpeg

6-alasan-milenial-takut-memulai-investasi.jpeg

Benar nggak sih milenial takut memulai investasi? Investasi adalah kegiatan penempatan uang atau dana dengan harapan memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana penanaman modal yang bisa mendatangkan keuntungan. Investasi sendiri bisa terdiri dari banyak jenis, yakni investasi saham, investasi emas, investasi reksadana, p2p lending dan yang lainnya.



<h2>Alasan Milenial Mulai Belajar Investasi</h2>



<ul><li>Kenapa generasi milenial harus belajar investasi? Alasannya karena nilai kekayaan akan meningkat. Nilai kekayaan yang terus meningkat ini juga berhubungan dengan aset seperti gedung, properti, serta uang yang disimpan. Jadi, jika hari ini kamu mulai melakukan&nbsp;investasi, sama halnya dengan beberapa tahun ke depan modal awal yang kamu berikan semakin bertambah banyak pula. </li><li>Melindungi dari inflasi yang terjadi setiap tahunnya. Nilai uang akan semakin turun jika hanya dibiarkan di simpan. Jika tidak diinvestasikan, maka nantinya modal yang dimiliki akan tergerus dan berkurang nilainya.</li><li>Dapat meraih kemerdekaan secara finansial, yang berarti bebas dalam hal keuangan dan beban biaya hidup sehari-hari. Investasi juga bisa menjadi salah satu cara milenial mendapatkan penghasilan pasif tanpa perlu bekerja tambahan.</li></ul>



Ini beberapa alasan mengapa investasi menjadi kebutuhan penting saat ini. Namun faktanya, masih banyak generasi muda, termasuk milenial dan generasi Z enggan untuk berinvestasi.



<h2>Faktor Penyebab Milenial Takut Memulai Investasi</h2>



Kurangnya minat berinvestasi di masa muda menjadi salah satu penyebab milenial takut untuk mulai berinvestasi. Yuk,kenali lagi beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab milenial takut memulai investasi.



<h3>1. Gaji Kecil</h3>



Milenial rata-rata belum memiliki pemasukan atau gaji yang stabil. Hal ini menjadi penyebab utama mereka tidak berinvestasi. Faktanya,&nbsp;



Pada kenyataannya, ada investasi modal kecil yang tersedia, seperti investasi saham modal Rp. 100.000 investasi emas, atau investasi reksa dana dengan modal Rp. 10.000 di situs jual beli online.



Jika kamu berinvestasi untuk jangka panjang, Kamu dapat menghasilkan banyak uang dengan jumlah uang yang kecil ini.



<h3>2. Banyak Pengeluaran</h3>



Alasan lain milenial belum memulai investasi adalah pengeluaran mereka yang berlebihan. Kamu mungkin tahu kalau kebutuhan hidup semakin meningkat. Kebutuhan dasar menjadi lebih mahal, tetapi upah stagnan.



Lalu ada kewajiban tenaga kerja dan biaya prestise. Semakin besar produksinya, semakin besar biayanya. Investasi milenial ini akhirnya gagal membuahkan hasil dalam jangka panjang.



<h3>3. Belum Ada Gambaran Tentang Masa Depan</h3>



Tidak jarang milenial tidak memulai menabung karena tidak yakin dengan tujuan keuangannya, atau kapan akan pensiun.



Mereka tidak tahu kapan mereka ingin pensiun, berapa banyak uang yang akan mereka miliki saat pensiun, atau apa yang akan mereka lakukan setelah pensiun. Mereka belum mempertimbangkannya.



Beberapa milenial juga memiliki alibi untuk memulai investasi, jadi hidup mereka dipenuhi dengan kesenangan. Sebagai semacam penghargaan diri, mencari nafkah melalui kerja keras.



Memang, berinvestasi untuk masa depan harus menjadi prioritas utama jika kamu ingin menikmati masa pensiun yang bahagia dan berkecukupan. Tetapi tidak untuk orang yang ingin bersenang-senang sambil menginvestasikan uang yang bahkan tidak ada dalam anggaran bulanan mereka.



<pre class="wp-block-preformatted">Baca Juga: <a href="https://amartha.com/blog/pendana/lifestyle/mengenali-7-karakteristik-istimewa-pada-generasi-milenial/" target="_blank" rel="noreferrer noopener">Mengenali 7 Karakteristik Istimewa Pada Generasi Milenial</a></pre>



<h3>4. Takut Risiko Investasi</h3>



Semua investasi, pada dasarnya, menimbulkan berbagai tingkat risiko. Ukuran, atau tinggi dan rendah, umumnya berhubungan langsung dengan pendapatan.



Lalu kenapa banyak sekali aplikasi investasi yang menawarkan risiko rendah jika kamu adalah tipe orang yang konservatif atau tidak berani mengambil risiko?



<h3>5. Sulit Dipelajari Bagi Milenial</h3>



Generasi milenial adalah yang paling takut memulai investasi, dengan 66% orang berusia 18-29 (dan 65% dari mereka yang berusia 30-39) mengatakan berinvestasi di pasar saham menakutkan, dibandingkan dengan 58% dari 40-54 tahun. tua dan 57% dari mereka yang berusia 55+.&nbsp;



Pasar saham mungkin lebih menakutkan bagi orang yang lebih muda. banyak milenium baru memasuki dunia kerja, dan banyak milenial melihat orang tua mereka kehilangan pekerjaan dan tabungan pensiun.



Generasi yang lebih tua mengalami kehilangan pekerjaan dan banyak yang melihat tabungan pensiun mereka merosot, tetapi mereka tidak takut untuk berinvestasi. Mereka sudah memiliki pengalaman di pasar, dan tidak mudah terpengaruh seperti investor muda. Investor yang lebih tua juga berada di atas angin di pasar kerja, dengan pengalaman mereka yang luas sering kali memberi mereka keunggulan dibandingkan lulusan perguruan tinggi atau profesional muda.



<h3>6. Belum Menemukan Instrumen yang Tepat</h3>



Instrumen investasi adalah tempat kamu untuk membeli, atau merupakan wadah bagi seseorang atau pelaku usaha untuk mengelola dan melindungi harta atau aset yang dimilikinya.&nbsp;Instrumen investasi&nbsp;tentunya dapat membantu dalam mencapai tujuan (goal) finansial seseorang, sesuai dengan jangka waktu&nbsp;investasi. Maka dari itu, penting untuk mengetahui berbagai macam instrumen investasi sebelum pada akhirnya kamu memilih untuk berinvestasi dimana dan dengan nominal berapa.



<pre class="wp-block-preformatted">Baca Juga: <a href="https://amartha.com/blog/pendana/money-plus/bingung-memilih-investasi-jangka-panjang-ini-solusinya/" target="_blank" rel="noreferrer noopener">Bingung Memilih Investasi Jangka Panjang? Ini Solusinya!</a></pre>



Banyaknya platform investasi online yang tersedia di era digital kemungkinan besar akan membingungkan cara investasi. Apalagi jika kamu seorang investor pemula yang tidak tahu apa investasi terbaik atau di mana tempat terbaik untuk menginvestasikan dana kamu. Percayakan danamu di Amartha. Melalui sistem berkonsep microfinance marketplace, Amartha dengan amanah akan mengajakmu memulai investasi dengan memodali pengusaha mikro pedesaan. Dengan ini, kamu tidak hanya berinvestasi namun juga membangun Indonesia maju. Dapatkan keuntungan hingga 15% flat per tahunnya!



Download aplikasi Amartha di <a href="https://amartha.onelink.me/ZC6C/hn9rrbn8" target="_blank" rel="noreferrer noopener">Android</a> Download aplikasi Amartha di <a href="https://amartha.onelink.me/fUOv/hxcq7mtv" target="_blank" rel="noreferrer noopener">iOS</a> 



<div class="wp-block-buttons">
<div class="wp-block-button"><a class="wp-block-button__link has-vivid-purple-background-color has-background" href="https://amartha.com/id_ID/" style="border-radius:30px">Ayo Modalin</a></div>
</div>

6 Alasan Milenial Takut Memulai Investasi

small_pentingnya-milenial-tau-dan-paham-literasi-finansial.png

thumbnail_pentingnya-milenial-tau-dan-paham-literasi-finansial.png

pentingnya-milenial-tau-dan-paham-literasi-finansial.png

<h2>Apa Itu Literasi Finansial?</h2>



Literasi finansial adalah kecakapan untuk mengaplikasikan pemahaman, keterampilan pengambilan keputusan finansial untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial, serta dapat berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat.



Selanjutnya, untuk dapat menentukan sejauh mana pemahaman literasi finansial dapat diukur dengan 5 komponen berikut:



<ul><li>Berapa banyak yang kamu dapatkan, termasuk penghasilan tetap, pendapatan lain (<a href="https://amartha.com/id_ID/100ribusejutapeluang/" title="investasi">investasi</a> atau pekerjaan sampingan), dan pajak yang harus dibayar.</li><li>Cara menabung dan berinvestasi, termasuk membangun dana darurat serta menyisihkan uang untuk tujuan finansial jangka pendek maupun jangka panjang. Bagaimana cara melindungi uangmu melalui asuransi dan tahu cara menghindari penipuan.</li><li>Mengelola pengeluaran dengan bijaksana melalui budgeting dan membandingkan harga saat berbelanja.</li><li>Cara meminjam uang dengan bunga serendah mungkin, dan bagaimana membangun kredit yang baik dengan kebiasaan pembayaran cicilan tepat waktu.</li></ul>



<pre class="wp-block-preformatted">Baca Juga: <a data-type="post" data-id="11278" href="https://amartha.com/blog/pendana/money-plus/6-cara-menghemat-uang-dengan-anggaran-yang-terbatas/">6 Cara Menghemat Uang dengan Anggaran Yang Terbatas</a></pre>



<h3>Indeks Literasi Finansial Pada Generasi Milenial </h3>



<figure class="wp-block-image size-full"><img src="https://access.amartha.com:443/uploads/karakteristik_generasi_milenial_e166fca356.jpg" alt="karakteristik generasi milenial" class="wp-image-19005"/><figcaption>Ilustrasi generasi milenial. Sumber Foto: Pexels</figcaption></figure>



Banyak yang beranggapan bahwa para generasi milenial memiliki tingkat literasi finansial yang cukup baik. Padahal, faktanya justru berkata lain. 



Berdasarkan riset dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di tahun lalu menunjukkan, kalangan milenial usia 18-25 tahun hanya memiliki tingkat literasi sebesar 32,1 persen, sedangkan usia 25-35 tahun memiliki tingkat literasi sebesar 33,5 persen.



Data lain menunjukkan mengenai literasi keuangan di kalangan milenial masih terbilang rendah. Jumlah milenial yang kini sebesar 24% dari total penduduk Indonesia atau setara dengan 64 juta, namun masih rentan secara finansial.



Hal itu ditunjukkan dengan minimnya persiapan dan kemampuan pengelolaan keuangan. Di antaranya, hanya 10,7% dari pendapatan yang ditabung oleh milenial. Lalu hanya 35,1% milenial memiliki rumah sendiri. Sedangkan, 51,1% pendapatan milenial habis untuk kebutuhan bulanan.



<h2>Manfaat Memahami Literasi Finansial</h2>



Kini peningkatan kesadaran terhadap keuangan pribadi menjadi fokus di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris Raya, Jepang, Kanada, dan Australia. 



Pemahaman terhadap literasi finansial memungkinkan seseorang mengetahui cara menjalankan sistem finansial. Dengan demikian, mereka bisa membuat keputusan finansial dan <a href="https://amartha.com/id_ID/100ribusejutapeluang/" title="mengelola keuangan">mengelola keuangan</a> secara lebih baik dibandingkan dengan yang tidak memahaminya.



Manfaat lainnya dapat dilihat dari segi bonus demografi milenial yang memiliki potensi besar terhadap kebutuhan produk perbankan. Hal ini menjadi target utama untuk mengembangkan ekonomi nasional.



Sementara bagi diri sendiri dapat terhindar dari kasus penipuan investasi yang kerap kali merusak tatanan keuangan pribadi sehingga tujuan keuangan masa depan terganggu. 



Itulah serba-serbi kenapa literasi finansial itu penting untuk dipelajari. Semoga informasi ini bermanfaat buatmu ya!

Pentingnya Milenial Tau dan Paham Literasi Finansial

small_strategi-investasi-jangka-panjang-buat-milenial.png

thumbnail_strategi-investasi-jangka-panjang-buat-milenial.png

strategi-investasi-jangka-panjang-buat-milenial.png

Milenial sering dianggap sebagai generasi yang lebih memprioritaskan kenyamanan gaya hidup dibanding menabung atau berinvestasi. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Luno, sebuah perusahaan pertukaran aset kripto, menyebut 69% generasi milenial tidak memiliki strategi investasi.



Banyak faktor yang diketahui menyebabkan generasi milenial belum melirik investasi. Salah satunya adalah kurangnya informasi mengenai <a data-type="post" data-id="11142" href="https://amartha.com/blog/pendana/money-plus/apa-itu-investasi/" target="_blank" rel="noreferrer noopener">apa itu investasi</a> dan bagaimana caranya menginvestasikan sebagian penghasilannya.



Sebagai informasi, investasi adalah kegiatan membeli aset atau produk untuk masa depan dengan harapan aset tersebut kelak dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi. Artinya, aset tersebut memberikan keuntungan atau penghasilan di masa depan.



Sebagian generasi milenial juga masih menganggap menabung sama dengan kegiatan berinvestasi. Memang, investasi maupun menabung merupakan kegiatan menyimpan uang yang dimiliki saat ini untuk digunakan di masa depan.



<pre class="wp-block-preformatted">Baca Juga: <a data-type="post" data-id="11377" rel="noreferrer noopener" href="https://amartha.com/blog/pendana/money-plus/inilah-alasan-kenapa-rajin-menabung-aja-gak-cukup-bikin-kamu-cepat-kaya/" target="_blank">Inilah Alasan Rajin Menabung Gak Bikin Kamu Cepat Kaya Raya!</a></pre>



Bedanya, menabung bertujuan untuk menjaga uang kita tetap aman dan mudah digunakan untuk transaksi sewaktu-waktu. Tabungan di bank diketahui hanya mendapatkan bunga relatif kecil sekitar 2%, itu pun belum dikurangi pajak dan biaya administrasi.



Dengan tingkat inflasi yang lebih tinggi daripada bunga tabungan, daya beli uang yang kamu simpan di tabungan menurun karena tergerus inflasi. 



Generasi milenial cenderung masih ragu untuk berinvestasi karena tidak tahu strategi investasi yang tepat. Sebenarnya, setiap orang memiliki strategi investasi yang berbeda berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Maka dari itu diperlukan kesadaran penuh setiap investor untuk mengetahui tujuan keuangan serta kemampuan diri (mental dan materi).



Salah satu strategi investasi itu adalah mengetahui mana saja instrumen <a data-type="URL" data-id="https://amartha.com/id_ID/" rel="noreferrer noopener" href="https://amartha.com/id_ID/" target="_blank">investasi yang cocok untuk milenial</a>. Dengan mengetahui instrumen mana yang sesuai dengan profil risiko maka strategi lainnya dapat dengan mudah dijalankan, termasuk strategi investasi jangka panjang. 



Berikut ini beberapa instrumen investasi yang cocok untuk milenial:



<h2>1. Reksadana</h2>



<figure class="wp-block-image size-large td-caption-align-https://blog.amartha.com/wp-content/uploads/2020/11/20190927120434-mutualfund.jpeg"><img src="https://access.amartha.com:443/uploads/20190927120434_mutualfund_1024x682_3e46f31b37.jpeg" alt="" class="wp-image-9233"/></figure>



Reksadana ialah salah satu instrumen investasi paling terjangkau dan ideal untuk generasi milenial. Saat ini, berbagai perusahaan financial technology (fintech), sudah banyak yang menjual reksadana melalui aplikasi di smartphone. 



Selain itu, reksa dana juga bisa didapatkan secara mudah di beberapa aplikasi dan situs jual beli dan e-commerce online.



Yang bikin instrumen investasi ini menarik adalah keuntungan dari berinvestasi dengan reksadana bisa dicairkan kapan saja. Tentunya hal ini sangat cocok dengan karakter generasi milenial yang umumnya memiliki tujuan keuangan jangka pendek.



<h2>2. Saham</h2>



<figure class="wp-block-image size-large is-resized"><img src="https://access.amartha.com:443/uploads/investasi_saham_investasi_penuh_risiko_7fd27b1561.png" alt="" class="wp-image-10495" width="684" height="458"/></figure>



Saat ini, <a href="https://amartha.com/blog/pendana/money-plus/investasi-saham-investasi-penuh-risiko/" data-type="post" data-id="10494" target="_blank" rel="noreferrer noopener">saham</a> merupakan instrumen investasi paling populer karena dapat menghasilkan keuntungan yang besar, namun sepadan dengan resikonya juga. 



High risk, high return ialah prinsip dasar bila kamu ingin bergabung dalam bursa modal.



Selain itu, kamu bisa menjual saham tersebut dalam beberapa hari setelah membelinya. Tidak hanya hari, kamu bahkan bisa menjualnya dalam hitungan jam apabila dinilai sudah menguntungkan. Hal ini yang dinamakan trading saham.



<pre class="wp-block-preformatted">Baca Juga: <a data-type="post" data-id="10506" href="https://amartha.com/blog/pendana/money-plus/main-saham-dari-uang-pinjol-bijakkah/" target="_blank" rel="noreferrer noopener">Investasi Saham dari Uang Pinjol, Bolehkah?</a></pre>



<h2>3. Peer to Peer (P2P) Lending</h2>



<figure class="wp-block-image size-large td-caption-align-https://blog.amartha.com/wp-content/uploads/2021/01/WhatsApp-Image-2021-01-07-at-11.38.25-AM.jpeg"><img src="https://access.amartha.com:443/uploads/Whats_App_Image_2021_01_07_at_11_38_25_AM_1024x683_40241be05a.jpeg" alt="Amartha" class="wp-image-10177"/></figure>



<a data-type="URL" data-id="https://amartha.com/id_ID/" rel="noreferrer noopener" href="https://amartha.com/id_ID/" target="_blank">P2P Lending</a> mungkin masih terdengar asing bagi telinga generasi milenia. Hal ini dapat dimaklumi karena instrumen investasi ini masih terbilang lebih baru dibandingkan dengan kedua instrumen investasi sebelumnya.



Namun, keberadaanya semakin populer seiring dengan banyaknya masyarakat yang kesulitan akses pinjaman dan pihak masyarakat lain yang ingin menjadi pemodal. Dengan investasi P2P Lending, kamu berkesempatan untuk berinvestasi pada kebutuhan peminjam yang menjadi pilihanmu.&nbsp;&nbsp;



Saat ini, ada beragam platform P2P Lending yang tersedia di Indonesia. Nominal investasi dan keuntungan yang ditawarkan pun berbeda-beda.



Nah, salah satu platform P2P Lending Produktif yang aman dan tepercaya adalah Amartha. Sebagai informasi, Amartha adalah perusahaan pionir dalam layanan fintech P2P yang menghubungkan pendana urban dengan pengusaha mikro di pedesaan.



Dengan bergabung menjadi pendana di Amartha, kamu berarti telah berpartisipasi menciptakan dampak sosial yang nyata berupa kesejahteraan merata. Selain itu, kamu juga akan mendapatkan keuntungan hingga 15% per tahun dan cash flow mingguan.

Strategi Investasi Jangka Panjang Buat Milenial

large_4-langkah-sederhana-mengatur-keuangan-milenial-agar-keuangan-tetap-sehat.jpeg

medium_4-langkah-sederhana-mengatur-keuangan-milenial-agar-keuangan-tetap-sehat.jpeg

small_4-langkah-sederhana-mengatur-keuangan-milenial-agar-keuangan-tetap-sehat.jpeg

thumbnail_4-langkah-sederhana-mengatur-keuangan-milenial-agar-keuangan-tetap-sehat.jpeg

4-langkah-sederhana-mengatur-keuangan-milenial-agar-keuangan-tetap-sehat.jpeg

Seiring meningkatnya populasi di Indonesia saat ini, sejalan dengan perkembangan ekonomi di Indonesia. pasalnya, dari Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 jumlah penduduk Indonesia tahun 2020 diprediksi akan mencapai 269,6 Juta Jiwa dengan usia produktif mencapai 68,7% dari total populasi. Sedangkan untuk usia belum produktif mencapai 24,5% dan usia tidak produktif mencapai 6,7% dari total populasi. Hal ini sudah menjelaskan bahwa saat ini sebagian besar usia produktif mempengaruhi perekonomian Indonesia baik itu sebagai produsen atau konsumen.



Namun, bagi usia produktif saat ini yang akrab kita sebut sebagai generasi milenial. Prilaku kebiasaan konsumtif menjadi tren untuk memenuhi gaya hidup. Menurut Ben Soebiakto seorang pengamat digital lifestyle, hal tersebut dipengaruhi oleh budaya digital yang semakin tinggi. Pengaruh teknologi dan penggunaan internet menjadi jalan generasi milenial ini semakin mudah untuk bertransaksi via internet.



Dengan semakin mudahnya bertransaksi akan memicu pengeluaran keuangan yang tidak terkendali. Oleh karena itu generasi milenial perlu cermat dan berhati-hati dalam mengelola keuangan agar keuangan tetap sehat.



<blockquote class="wp-block-quote has-text-align-left">Baca Juga :<cite><a href="https://amartha.com/blog/money-quiz/amartha-dukung-gerakan-cerdas-finansial/"> <h2>Amartha Dukung Gerakan Indonesia Cerdas Finansial </h2></a></cite></blockquote>



Salah satu cara untuk menjaga keuangan generasi milenial tetap sehat adalah dengan rumus 50/30/20. Sudah pernah dengar rumus ini?. Rumus ini dipopulerkan oleh Senator Amerika Serikat Elizabeth Warren yang diambil dari bukunya yang berjudul All Your Worth: The Ultimate Lifetime Money Plan, menyebutkan bahwa penghasilan sebaiknya dibagi dalam 3 rasio dengan rumus 50:30:20.



Rasio ini dibagi ke dalam 3 pembagian. Pertama, 50% penghasilan dibagi untuk kebutuhan dasar, selanjutnya 30% untuk kebutuhan hiburan, dan sisanya 20% untuk kebutuhan tabungan ataupun investasi. Namun, dalam prakteknya, hal yang pertama harus diperhatikan adalah keinginan dan kebutuhan. Agar rencana keuangannya berurutan, berikut tahapan dan penjelasannya dalam menyusun rumus 50:30:20.



<h2>Ketahui Kebutuhan dan Keinginan</h2>



Kebutuhan (needs) dan Keinginan (wants) tentu saja ini menjadi tarik menarik dari setiap pengeluaran keuangan. Jika kita memiliki penghasilan bulanan, maka harus memahami mana yang menjadi kebutuhan kita bulan ini dan mana yang menjadi keinginan kita di bulan ini agar pengeluaran dapat jelas dikendalikan. Sebab, yang perlu diingat bahwa mengikuti keinginan itu tidak akan ada habisnya. Oleh karena itu&nbsp; perjelas mana yang menjadi kebutuhan dan mana yang menjadi keinginan setiap bulannya. 



<h2>Bagi 50% dari Penghasilan untuk Kebutuhan (needs)</h2>



Dari penghasilan bulanan, kita harus membagi 50% untuk memenuhi kebutuhan bulanan. Setiap orang memiliki kebutuhan bulanan yang berbeda-beda, namun pastikan 50% ini dibagi dalam kebutuhan primer yang diprioritaskan. Contohnya untuk pembayaran sewa kost, atau cicilan rumah. Alokasi untuk makan dalam sebulan, bisa digunakan untuk beli makan diluar atau pun masak di rumah. Selanjutnya tagihan/cicilan, dan alokasi belanja bulanan seperti belanja peralatan mandi, gas untuk kompor, air galon dan lainnya. Jika ada asuransi, kita juga perlu membagi alokasi dananya di tahap ini.



<h2>Bagi 30% dari Penghasilan untuk Keinginan (wants)</h2>



Dalam buku All Your Worth: The Ultimate Lifetime Money Plan karya Elizabeth Warren menyebutkan 30% ini dibagi untuk hiburan, namun pada dasarnya 30% ini dibagi untuk keinginan (wants) karena memenuhi keinginan juga merupakan bentuk hiburan.



Kita dapat memenuhi keinginan per bulan dengan batas alokasi dana 30% dari penghasilan. Contohnya, ingin makan-makan di tempat mewah, memenuhi kebutuhan hobi, nonton bioskop, liburan, atau belanja-belanja kebutuhan di luar dari kebutuhan bulanan, seperti belanja sepatu baru, belanja tas baru dan lainnya, yang pasti memenuhi keinginan kita di bulan itu.



<h2>Bagi 20% dari Penghasilan untuk Tabungan (saving) atau Investasi</h2>



Pembagian terkahir dengan besar 20% dari penghasilan dibagi untuk tabungan (saving) atau investasi. Ingat, khususnya untuk generasi milenial, hidup bukan hanya untuk hari ini saja. Oleh karena itu pastikan penghasilan kita harus ada untuk tabungan atau investasi setiap bulannya.



Besaran 20% ini tentunya besaran minimal, kita bisa mengatur kebutuhan investasi dan tabungan sesuai dengan tujuan keuangan untuk masa depan. Pastinya jika pembagian dana penghasilan dalam tahap ini diperbesar, harus ada bagian lain dari tahap keinginan dan kebutuhan yang harus dikurangi.



Pembagian 20% dalam tahap ini bisa digunakan untuk modal nikah, untuk modal usaha, dan lainnya yang penting untuk target masa depan. Selain bisa ditabungkan untuk memenuhi target masa depan, pembagian tahap ini juga bisa memasukannya kedalam investasi, baik itu investasi di sektor riil maupun non-riil/keuangan untuk memenuhi financial goal dimasa depan. Penjelasan tentang investasi nanti akan kita bahas khusus di artikel selanjutnya.



Dengan mengetahui rasio pembagian penghasilan dari rumus 50:30:20 ini, harapannya generasi milenial menjadi lebih cermat dalam mengatur pengeluaran keuangannya. Sehingga generasi milenial mempunyai <a href="https://amartha.com/">keuangan</a> yang tetap sehat setiap bulannya.

4 Langkah Sederhana Mengatur Keuangan Milenial Agar Keuangan Tetap Sehat

Generasi millennial atau milenial sudah menyasar fintech peer to peer lending. Hal ini terbukti dari data karakter pengguna fintech P2P lending yang dicatat OJK pada 2019. Generasi millenial yang menjadi pemberi pinjaman atau pendana mencapai 69,53 persen. Sementara itu, pendana generasi X dan baby boomer atau usia 35-54 tahun seebsar 27,26 persen. Sementara itu, sisanya untuk generasi lain.

Menurut survei yang dilakukan oleh Pew Research Center  mencatat millennials lebih fasih dalam hal teknologi dibandingkan dengan orangtua mereka, sehingga banyak hal yang mereka integrasikan dengan kemajuan teknologi. Fakta unik lain yang dimiliki oleh millennials ialah, 90% dari mereka menggunakan internet, dan lebih banyak menghabiskan waktu pada teknologi.

Apa saja sih yang membuat millenial tertarik dengan <a href="https://amartha.com">fintech p2p lending</a>. Berikut ini 5 alasannya,
<blockquote>
Baca Juga: <a href="https://amartha.com/blog/tech/business/beri-dampak-sosial-ini-keunggulan-fintech-lending/">Beri Dampak Sosial, Ini Keunggulan Fintech Lending</a>
</blockquote>
<h2>Kemudahan</h2>
Fintech p2p lending memberikan kemudahan kepada penggunanya untuk melakukan pendanaan. Hanya dengan satu klik, kamu bisa melakukan pendanaan. Bahkan, beberapa perusahaan p2p lending memiliki platform dan aplikasi khusus seperti amartha.com.
<h2>Kecepatan</h2>
Selain mudah, p2p lending juga memberikan kemudahan bagi para pendana. Dengan mengunakan teknologi informasi, para pendana bisa dengan cepat memilih para peminjam.
<h2>Keamanan</h2>
Keamanan juga merupakan hal yang paling terpenting. Saat ini, <a href="https://amartha.com/blog/money-quiz/amartha-efisiensi-keamanan-dan-transparansi/">keamanan fintech p2p lending</a> di Indonesia menjadi salah satu fokus Pemerintah. OJK pun telah mengharuskan para perusahaan fintech lending untuk mendaftar. Agar Pemerintah memastikan keamanan bagi masyarakat. OJK pun memberikan seleksi ketat bagi perusahaan yang ingin mendapatkan izin usaha. Amartha pun telah mendapatkan izin usaha dan diawasi oleh OJK.
<blockquote>
Baca Juga: <a href="https://amartha.com/blog/tech/business/bukan-ancaman-bank-gandeng-fintech-p2p-lending/">Bukan Ancaman, Bank Gandeng Fintech P2P Lending</a>
</blockquote>
<h2>Keuntungan</h2>
Imbal hasil atau keuntungan yang didapatkan dari fintech p2p lending terbilang menarik, bisa melebihi lembaga keuangan konvensional lainnya. Misalnya, Amartha memberikan keuntungan menarik hingga 15 persen.
<h2>Transparan</h2>
Transparansi juga diberikan oleh perusahaan p2p lending. Pendana akan mendapatkan laporan keuangan mengenai pengembalian maupun keuntungan dari hasil pendanaan tersebut melalui dashboard.

Nah, sudah paham khan mengapa millenial menyasar fintech p2p lending. Kamu juga bisa melakukan pendanaan fintech p2p lending  mulai dari Rp 3 juta serta keuntungan hingga 15 persen di <a href="https://amartha.com">Amartha.com</a>. Pendanaan kamu berarti untuk para pelaku usaha mikro perempuan di pedesaaan.

Millenials Sasar Fintech P2P Lending

medium_berbisnis-ala-generasi-milenial.jpeg

small_berbisnis-ala-generasi-milenial.jpeg

thumbnail_berbisnis-ala-generasi-milenial.jpeg

berbisnis-ala-generasi-milenial.jpeg

Bingung ingin mulai berbisnis apa? Atau kamu sedang bingung mencari ide untuk bisnis lainnya? Ya, sebagai pebisnis harus jeli dalam memilih bisnis yang cocok di pasaran dan tentunya harus sesuai dengan passion anda.
Apalagi, bagi anda yang baru saja memulai bisnis pertama. Anda harus paham betul bisnis yang ingin dilakukan. Seperti kata Jack Ma, jika kamu ingin tumbuh, temukanlah kesempatan yang baik. Saat ini, jika kamu ingin menjadi perusahaan yang baik, pikirkanlah permasalahan sosial yang bisa kamu beri solusi.
Nah, ada beberapa bisnis ala Generasi Milenial yang sedang populer sekarang, yakni
<h2>Bisnis Online</h2>
Saat ini bisnis online semakin berkembang. Apalagi, Anda bisa menjual produk di manapun di era digital ini. Anda bisa menggunakan Instagram, Facebook, Twitter atau media sosial lainnya. Saat ini, beberapa perusahaan e-commerce juga semakin banyak tanpa harus membuka toko.
[caption id="attachment_3314" align="aligncenter" width="3500"]<img class="size-full wp-image-3314" src="https://access.amartha.com:443/uploads/bench_accounting_49908_unsplash_8a0070ff55.jpg" alt="" width="3500" height="2338" /> Photo by Bench Accounting on Unsplash[/caption]
<h2>Bisnis Kafe</h2>
Bisnis kafe memang sedang menjamur di beberapa tahun ini. Bahkan, kafe-kafe yang khusus menjual kopi sudah semakin banyak. Banyak cerita sukses para pengusaha kafe yang berhasil menjual kopinya baik melalui aplikasi maupun mendatangi lansung kafe tersebut. Apalagi, kemudahan untuk membeli lewat aplikasi.
[caption id="attachment_3316" align="aligncenter" width="3456"]<img class="size-full wp-image-3316" src="https://access.amartha.com:443/uploads/nafinia_putra_59655_unsplash_6919d21673.jpg" alt="" width="3456" height="1944" /> Photo by Nafinia Putra on Unsplash[/caption]
<h2>Bisnis Jasa</h2>
Anda bisa menggunakan bakat atau hobi yang sudah terasah sejak dulu seperti memulai bisnis jasa fotografi, video atau jasa lainnya. Misalnya, Anda punya bakat dalam fotografi. Anda bisa memulai bisnis jasa fotografi dengan menawarkan kepada teman-teman terdekat atau media sosial.
[caption id="attachment_3317" align="aligncenter" width="4083"]<img class="size-full wp-image-3317" src="https://access.amartha.com:443/uploads/david_marcu_71484_unsplash_0710f522cd.jpg" alt="" width="4083" height="2712" /> Photo by charley pangus on Unsplash[/caption]
<h2>Bisnis Social Media</h2>
Banyak influencer dari Instagram dan YouTube yang sudah terkenal sekarang. Bahkan, pendapatan mereka bisa fantastis. Bahkan, influencer yang sudah terkenal di Instagram atau YouTube bisa mendapatkan penghasilan puluhan atau bahkan ratusan juta.
[caption id="attachment_3318" align="aligncenter" width="6480"]<img class="size-full wp-image-3318" src="https://access.amartha.com:443/uploads/erik_witsoe_364381_unsplash_ef4ac85147.jpg" alt="" width="6480" height="4320" /> Photo by Erik Witsoe on Unsplash[/caption]
<h2>Bisnis Pendanaan Digital</h2>
Nah, bisnis pendanaan digital. Bisnis apa itu? Bisnis yang memudahkan anda mendapatkan keuntungan lebih dari memberikan pendanaan kepada pelaku usaha. <a href="https://amartha.com/pendanaan/">Pendanaan digital</a> lebih dikenal sebagai fintech peer to peer lending. Anda bisa memberikan pendanaan  kepada pelaku usaha melalui platform p2p lending. Salah satunya adalah Amartha. Perusahaan fintech p2p lending ini menghubungkan pendana dengan pengusaha mikro dari desa. <img class="aligncenter size-full wp-image-3320" src="https://access.amartha.com:443/uploads/rawpixel_603653_unsplash_8e20977c93.jpg" alt="" width="2500" height="1868" />
<pre>Photo by <a href="https://ukessay.com/blog/analytical-papers">UKssay</a></pre>


Dengan pendanaan Rp 3 juta, Anda sudah bisa memberikan pendanaan kepada pengusaha mikro perempuan. Anda mendapatkan imbal hasil yang menguntungkan sampai 15%. Yuk, kunjungi <a href="http://amartha.com">Amartha.com</a>.

Berbisnis Ala Generasi Milenial

large_jangan-abaikan-4-hal-berikut-saat-hendak-berutang.jpeg

medium_jangan-abaikan-4-hal-berikut-saat-hendak-berutang.jpeg

small_jangan-abaikan-4-hal-berikut-saat-hendak-berutang.jpeg

thumbnail_jangan-abaikan-4-hal-berikut-saat-hendak-berutang.jpeg

jangan-abaikan-4-hal-berikut-saat-hendak-berutang.jpeg

Hidup sebagai generasi millennial zaman now rasanya kecenderungan untuk berutang semakin dekat, terlebih dengan adanya berbagai kemudahan seperti aplikasi peminjaman uang, hingga online shoping yang menawarkan promo cicilan yang menarik yang tidak hanya jadi magnet juga memudahkan kita untuk berutang.



Bolehkah berutang? jawabannya boleh selama sifatnya produktif dan nilainya masih dibawah kendali. Nah realitanya banyak di antara kita yang terjebak dengan hutang karena dilakukan tanpa perencanaan keuangan yang matang, alhasil penghasilan yang masuk habis duluan untuk bayar cicilan hutang, nggak mau kan kaya gitu, makanya jangan abaikan 4 hal ini sebelum berutang.

Berutang Untuk Tujuan Produktif
Hal yang perlu dipastikan sejak awal adalah tujuan dari berutang itu sendiri, untuk tujuan konsumtif apa produktif. Hutang akan menjadi produktif jika itu bisa menjadi aset jangka panjang, menghasilkan penghasilan tambahan, bahkan menambah produktifitas kita dalam bekerja. Misalkan setelah dihitung-hitung biaya transport ke kantor menggunakan angkutan umum selama sebulan mencapai 500 ribu, nah setelah dibandingkan dengan cicilan motor dan uang bensin selama sebulan ternyata tidak beda jauh, dengan demikian hutang menjadi produktif karena bisa mengganti biaya transportasi menjadi aset juga menambah efektifitas waktu kita menuju kantor.

Batasi Nilai Cicilan
Dalam perencanaan keuangan pribadi dikenal strategi alokasi anggaran 4-3-3, dimana 40% untuk alokasi biaya kebutuhan rutin, 30% untuk alokasi cicilan dan asuransi, dan 30% untuk alokasi saving dan investing. Nah jika mau berutang pastikan nilai cicilannya dibatasi tidak melebihi 30% penghasilan, bahkan akan lebih baik jika bisa kurang dari itu, kenapa? supaya kebutuhan lainnya juga terpenuhi. Ingat, penghasilan kita bukan cuma digunakan untuk bayar hutang tapi juga ada keperluan rutin bulanan dan dana investasi masa depan yang juga perlu dipersiapkan.

[caption id="attachment_2403" align="aligncenter" width="1648"]<img class="size-full wp-image-2403" src="https://access.amartha.com:443/uploads/Jangan_Abaikan_4_Hal_Berikut_Saat_Hendak_Berutang_2_bf9b9b667d.jpg" alt="Ilustrasi" width="1648" height="1042" /> Ilustrasi[/caption]

Hitung Ulang Biaya Bulanan
Hitung kembali anggaran keuangan selama sebulan pada saat akan berutang, apakah terdapat alokasi keuangan yang terganggu lalu apakah sisa penghasilan setelah dipotong hutang masih bisa memenuhi keperluan rutin dan investasi. Dengan demikian jika kondisinya kurang baik bahkan berdampak pada kondisi keuangan yang berantakan, maka ada baiknya kalian pikirkan kembali bahkan sebisa mungkin kurangi porsi cicilannya atau ditunda jika perlu.

Pastikan Total Hutang Tidak Melebihi Aset
Perlu dipastikan jika total hutang tidak melebihi nilai aset yang kita miliki, kalian bisa membuat neraca keuangan dimulai dari mencatat seluruh nilai aset (kekayaan) yang kita miliki lalu mencatat seluruh nilai hutang (kewajiban) yang dimiliki. Hal ini ditujukan untuk kondisi darurat diluar rencana jika kita tidak bisa memenuhi kewajiban untuk membayar hutang, kalian tentunya tidak menginginkan untuk menjual aset yang dimiliki.
<pre>Artikel ini merupakan hasil kerjasama Amartha dengan <a href="https://halofina.com/">Halofina</a>.</pre>

Jangan Abaikan 4 Hal Berikut Saat Hendak Berutang

Tag: milenial